Minggu, 09 Februari 2014

Kegawatdaruratan Pada Maternitas

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
     Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan,  2011 dalam Ramayanti, 2013). Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000 dalam Ramayanti, 2013). Kegawat-daruratan dalam obstetric adalah suatu keadaan atau penyakit yang menimpa seorang wanita hamil/dalam persalinan atau akibat komplikasi dari kehamilan/persalinan yang mengancam jiwa ibu tersebut dan atau bayi dalam kandungannya apabila tidak secepatnya mendapat tindakan yang tepat (Krisanty, 2011).
Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan obstetri yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus tersebut tidak selalu mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Kesalahan ataupun kelambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal. Dalam prakteknya, pada saat menerima setiap kasus yang dihadapi harus dianggap gawatdarurat atau setidak-tidaknya dianggap berpotensi gawatdarurat, sampai ternyata setelah pemeriksaan selesai kasus itu ternyata bukan kasus gawatdarurat (Ramayanti, 2013).
Dalam menanagani kasus kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama (diagnosa) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang tidak panik, walaupun suasana keluarga pasien ataupun pengantarnya mungkin dalam kepanikan. Semuanya dilakukan dengan cepat, cermat, dan terarah. Walaupun prosedur pemeriksaan dan pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan hubungan antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani pasien harus tetap diperhatikan (Ramayanti, 2013)

B.    Rumusan Masalah
     Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada maternitas?
C.    Tujuan
1.    Tujuan umum
Mendeskripsikan tentang asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada maternitas
2.    Tujuan khusus
a.    Mendeskripsikan tentang perdarahan postpartum
b.    Mendeskripsikan tentang abortus
c.    Mendeskripsikan tentang kehamilan ektopik terganggu
d.    Mendeskripsikan tentang mola hidatosa
e.    Mendeskripsikan tentang plasenta previa
f.    Mendeskripsikan tentang solusio plasenta
g.    Mendeskripsikan tentang eklampsia
h.    Mendeskripsikan tentang preeklampsia



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perdarahan Postpartum
1.    Definisi
     Perdarahan postpartum didefinisikana sebagai hilangnya darah 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala tiga persalinan (ekspulsi atau ekstaksi plasenta dan ketuban). Normalnya, perdarahan dari tempat plasenta terutama dikontrol oleh kontraksi dan retraksi anyaman serat-serat otot serta agregasi trombosit dan trombus fibrin di dalam pembuluh darah desidua (Taber, 1994). Menurut Manuaba (1998), perdarahan postpartum dibagi menjadi:
a.    Perdarahan postpartum primer
Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir.Terbanyak dalam 2 jam pertama
b.    Perdarahan pospartum sekunder
Perdarahan postpartum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran
2.    Pemeriksaan fisik (Ramayanti, 2013)
a.    Anamnesa
     Selain menanyakan hal umum tentang periode perinatal, tanyakan tentang episode perdarahan postpartum sebelumnya, riwayat seksio sesaria, paritas, dan riwayat fetus ganda atau polihidramnion.
1)    Tentukan jika pasien atau keluarganya memiliki riwayat gangguan koagulasi atau perdarahan massif dengan prosedur operasi atau menstruasi.
2)    Dapatkan informasi mengenai pengobatan, dengan pengobatan hipertensi (calcium-channel blocker) atau penyakit jantung ( missal digoxin, warfarin). Informasi ini penting jika koagulopati dan pasien memerlukan transfusi.
3)    Tentukan jika plasenta sudah dilahirkan.
Tabel 2.1. Perdarahan Post Partum
Kehilangan Darah    Tekanan Darah (Sistolik)    Tanda dan Gejala    Derajat Syok
500-1000 mL
(10-15%)    Normal    Palpitasi, Takikardi, Gelisah    Terkompensasi
1000-1500 mL
(15-25%)    Menurun ringan
(80-100 mm Hg)    Lemah, Takikardi, Berkeringat    Ringan
1500-2000 mL
(25-35%)    menurun sedang (70-80 mm Hg)    Sangat lemah, Pucat, oliguria    Sedang
2000-3000 mL
(35-50%)    Sangat turun
(50-70 mm Hg)    Kolaps, Sesak nafas, Anuria    Berat

b.    Pemeriksaan penunjang (Ramayanti, 2013)
1)    Laboratorium
a)    Darah Lengkap :  Untuk memeriksa kadar Hb dan hematokrit
b)    Perhatikan adanya trombositopenia
(1)     PT dan aPTT diperiksa untuk menentukan adanya gangguan koagulasi.
(2)    Kadar fibrinogen diperiksa untuk menilai adanya konsumtif koagulopati. Kadarnya secara normal meningkat dari 300-600 pda kehamilan, pada kadar yang terlalu rendah atau dibawah normal mengindikasikan adanya konsumtif koagulopati.

2)    Pemeriksaan Radiologi
a)    USG dapat membantu menemukan abnormalitas dalam kavum uteri dan adanya hematom.
b)    Angiografi dapat digunakan pada kemungkinan embolisasi  dari pembuluh darah
3)    Pemeriksaan Lain
     Tes D-dimer (tes monoklonal antibodi) untuk menentukan jika kadar serum produk degradasi fibrin meningkat. Penemuan ini mengindikasikan gangguan koagulasi.
3.    Penatalaksanaan gawat darurat
     Menurut Safrudin (2009), terapinya bergantung penyebab perdarahan, tetapi selalu dimulai dengan pemberian infus dengan ekspander plasma, sediakan darah yang cukup untuk mengganti yang hilang, dan jangan memindahkan penderita dalam keadaan syok yang dalam. Pada perdarahan sekunder atonik:
a.    Beri syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan dosis 20 unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml
b.    Pegang dari luar dan gerakkan uterus ke arah atas
c.    Kompresi uterus bimanual
d.    Kompresi aorta abdominalis
e.    Lakukan histerektomi sebagai tindakan akhir

B.    Abortus
1.    Definisi
     Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum berat janin 500 gram. Bila berat badan tidak diketahui, maka perkiraan lama kehamilan kurang dari 20 minggu lengkap (139 hari), dihitung dari pertama haid terakhir normal yang dapat dipakai (Taber, 1994). Sementara menurut Krisanty dkk (2011,p. 245), abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan, atau keluarnya janin dengan berat kurang dari 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
2.    Klasifikasi abortus
a.    Abortus iminens
1)    Definisi
     Kira- kira 12 sampai 15 persen dari seluruh kehamilan berakhir spontan sebelum umur kehamilan 20 minggu. Sehingga, tidak mungkin mengetahui pada permulaan, apakah abortus iminens akan berlanjut ke abortus insipiens, inkompletus atau kompletus (Taber, 1994). Abortus iminens atau abortus mengancam adalah ancaman keluarnya hasil konsepsi yang ditandai oleh adanya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan atau tampa kontraksi uterus dan belum disertai dilatasi serviks. Pada keadaan ini kehamilan masih mungkin diupayakan untuk dipertahankan (Krisanty dkk, 2011). Sementara menurut Taber (1994), abortus iminens (mengancam) adalah keadaan dimana perdarahan berasal dari intrauteri yang timbul sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu, dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi serviks.
2)    Gejala
     Menurut Krisanty dkk (2011), gejala abortus iminens  adalah ibu hamil kurang dari 20 minggu, mengalami perdarahan per vaginam yang kadang-kadang disertai rasa mules (tidak selalu ada), pada pemeriksaan in spekulo : tidak ada dilatasi serviks. Sementara menurut Taber (1994), gejala saat ini adalah:
a)    Perdarahan per vaginam adalah gejala paling khas yang dapat bervariasi dari sekret vagina berdarah sampai sedikit bercak atau minimum. Biasanya perdarahan kurang dari haid normal. Tidak ada jaringan plasenta yan dikeluarkan
b)    Nyeri abdomen. suprapubik, intermiten dan bersifat kram, dapat tidak ada, minimum atau ringan. Beberapa pasien mungkin mengeluh nyeri punggung bawah
c)    Riwayat haid. Biasanya pasien sadar satu atau leih siklus haid terlewatkan
d)    Gejala kehamilan. Selama kehamilan viabel, biasanya tidak ada perubahan gejala kehamilan subjektif : nyeri tekan payudara, mual pagi hari dan seterusnya.
3)    Pemeriksaan fisik dan laboratorium
     Menurut Taber (1994), untuk pemeriksaan fisik didapatkan:
a)    Pemeriksaan umum normal
b)    Pemeriksaan abdomen normal (lunak, tidak nyeri tekan)
c)    Pemeriksaan pelvis : Pada pemeriksaan spekulum, biasanya hanya ada sedikit darah atau sekret kecoklatan di dalam vagina. Ostium uteri tertutup. Pada pemeriksaan bimanual, uterus membesar, lunak dan tidak nyeri tekan. Besar uterus sesuai dengan riwayat haid. Serviks tertutup, tidak mendatar dan mempunyai konsistensi hamil normal
     Sementara untuk pemeriksaan laboratorium didapatkan (Taber, 1994)
a)    Hitung Sel Darah Lengkap dengan Apusan : Nilai normal dapat diperkirakan
b)    Urinalisis. Pada kasus abortus iminens, urinalisis normal . Jika eritrosit atau leukosit ditemukan, maka kemungkinan masalah traktus urinarius harus dicurigai, karena sistisis atau obstruksi ureter menimbulkan gejala yang serupa dengan abortus iminens.
4)    Penatalaksanaan
     Menurut Taber (1994), penatalaksanaan untuk abortus iminens adalah:
a)    Tirah baring dan pembatasan aktivitas di rumah biasanya dianjurkan. Rawat inap jarang diperlukan. Pasien dinasehatkan untuk tidak bersenggama untuk meminimumkan kemungkinan rangsangan prostaglandin.
b)    Jika ada alat kontrasepsi dalam rahim, maka ia harus diangkat.
c)    Terapi hormon dengan estrogen atau progesteron tidak dianjurkan.
d)    Sirklase serviks (servical circlage) dapat diindikasikan selama trimester kedua untuk pasien inkompeten serviks
     Sementara menurut Krisanty dkk (2011), penatalaksanaannya adalah:
a)    Istirahat baring
b)    Berikan fenobarbital tablet 3 x 30 mg/hari selama 3 hari
c)    Bila setelah 3 hari masih ada perdarahan,segera rujuk ke rumah sakit
b.    Abortus insipiens
1)    Definisi
     Abortus insipiens adalah keadaan perdarahan dari intrauteri yang terjadi dengan dilatasi serviks kontinu dan progresif, tetapi juga pengeluaran hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu (Taber, 1994). Abortus insipiens atau abortus yang sedang berlangsung ditandai oleh perdarahan per vaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan hasil konsepsi masih di dalam uterus, namun telah terjadi dilatasi serviks uteri. Hal ini berarti bahwa kehamilan sudah tidak dapat dipertahankan dan perdarahan hanya dapat berhenti bila hasil konsepsi yang masih ada di dalam uterus dibersihkan (Krisanty dkk, 2011)
2)    Gejala
Menurut Krisanty dkk (2011), gejala abortus insipiens adalah:
a)    Perdarahan per vaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, disertai rasa mulas yang sering dan kuat
b)    Pada pemeriksaan inspekulo : terdapat dilatasi serviks, terlihat darah keluar dari ostium uteri eksternum
Sementara menurut Taber (1994), gejala saat ini meliputi:
a)    Nyeri abdomen. Kram suprapubik intermiten, progresif diakibatkan oleh kontraksi uterus yang menimbulkan pendataran dan dilatasi serviks
b)    Perdarahan per vaginam. Jumlah perdarahan cenderung sangat bervariasi. Beberapa pasien berdarah hebat, sementara lainnya mungkin menunjukkan gejala minimum
c)    Riwayat haid. Meskipun sebagian besar abortus timbul sebelum 12 minggu setelah siklus haid terakhir, namun abortus yang lambat dapat terjadi selama trimester kedua
d)    Kebocoran cairan amnion. Abortus bersifat insipiens, bila selaput amnion pecah.
3)    Pemeriksaan fisik dan laboratorium
     Menurut Taber (1994), untuk pemeriksaan fisik di dapatkan
a)    Pemeriksaan umum : Suhu, nadi, tekanan darah dan pernapasan biasanya normal
b)    Pemeriksaan abdomen : Abdomen lunak dan tidak nyeri tekan. Uterus dapat teraba per abdomen, tergantung pada umur kehamilan
c)    Pemeriksaan pelvis : Pada pemeriksaan spekulum, sering serviks mendatar dan berdilatasi. Selaput amnion dapat terlihat menonjol melalui serviks atau dapat robek, dengan cairan amnion ada di dalam vagina
Sementara pada pemeriksaan laboratorium didapatkan (Taber, 1994)
a)    Hitung sel darah lengkap dan apusan darah : Hemoglobin dan hematokrit menunjukkan anemia dan perdarahan sebelumnya. Hitung leukosit dan hitung jenis dapat mengidentifikasi suatu infeksi sistemik
b)    Urinalisis : Hasil urinalisis normal
4)    Penatalaksanaan
     Menurut Krisanty dkk (2011), pada abortus insipiens tindakan yang harus dilakukan tergantung pada umur kehamilan dan beratnya perdarahan yang terjadi:
a)    Pada kehamilan kurang dari 12 minggu dan/atau dengan perdarahan banyak, segera lakukan:
(1)    Kuratase, yaitu pengeluaran hasil konsepsi
(2)    Setelah kuretase, diberikan injeksi ergometrin 0,2 mg i.m atau methergin 0,2 mg i.mh
(3)    Berikan antibiotik Ampisilin 500 mg 4x1 tablet/hari selama 5 hari dan tablet methergin 3x1 tablet/hari selama 3 hari untuk mencegah infeksi.
b)    Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya pendarahan tidak banyak, namun bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka :
(1)    Proses abortus sebaiknya dipercepat dengan pemberian infus oksitosin 10 U dalam 500 ml Dextrose 5 % dengan tetesan disesuaikan dengan sifat kontraksi.
(2)    Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tetap tinggal maka pengeluaran plasenta dilakukan secara digital
(3)    Setelah tindakan, diberikan injeksi ergometrium o,2 mg i.m atau methergin 0,2 mg i.m.
c.    Abortus inkompletus
1)    Definisi
     Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih terdapatnya sisa hasil konsepsi yang tertinggal didalam uterus. Pada keadaan ini harus segera dilakukan tindakan pengeluaran sisa hasil konsepsi, karena apabila hal ini tidak dilakukan maka pendarahan akan terus terjadi (Krisanty dkk, 2011)
2)    Gejala
Menurut Kirsanty dkk (2011), gejala yang timbul adalah:
a)    Pendarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan sebagian hasil konsepsi telah keluar.
b)    Pada pemerikasaan dalam: kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau menonjol dari uteri eksternum.
Sementara menurut Taber (1994), gejala saat ini adalah:
a)    Nyeri abdomen : Nyeri kram suprapubik terjadi akibat kontraksi uterus dalam usaha mengeluarkan isi uterus. Mula-mula nyeri cenderung ringan dan intermiten, tetapi secara bertahap menjadi lebih hebat
b)    Perdarahan per vaginam : Ini merupakan gejala yang paling khas dari abortus inkompletus. Jumlah perdarahan cenderung lebih banyak dari pada darah haid biasa; perdarahan mungkin hebat dan bahkan cukup berlebihan untuk menyebabkan syok hipovolemik. Selama jaringan plasenta tetap melekat pada dinding uterus, maka kontraksi miometrium terganggu; pembuluh darah di dalam segmen telanjang pada tempat plasenta berdarah hebat. Pasien dapat mengeluarkan banyak bekuan darah atau janin yang dapat dikenal atau jaringan plasenta
c)    Gejala haid : Biasanya pasien telah melewatkan dua siklus haid, karena abortus inkompletus cenderung terjadi kira-kira 10 minggu setelah mulainya siklus haid terakhir
d)    Gejala kehamilan : Banyak pasien sadar akan hilangnya gejala kehamilan subjektif. Gejala ini mungkin menandakan kematian janin intrauteri yang mendahului abortus spontan
3)    Pemeriksaan fisik dan laboratorium
      Menurut Taber (1994), pada pemeriksaan fisik didapatkan temuan
a)    Pemeriksaan umum : Suhu badan normal, kecuali ada infeksi penyerta. Nadi, tekanan darah dan pernapasan normal, kecuali abortus terinfeksi atau hipovolemia akibat perdarahan berlebihan
b)    Pemeriksaan abdomen : Abdomen biasanya lunak dan tidak nyeri tekan
c)    Pemeriksaan pelvis : Pada pemeriksaan spekulum, sering vagina mengandung banyak bekuan darah dan serviks tampak mendatar dan dilatasi. Jaringan plasenta dapat terlihat di osteum uteri atau vagina. Pada pemeriksaan vagina, serviks lunak, dilatasi dan mendatar. Jaringan plasenta atau bekuan darah atau keduanya dapat teraba. Uterus membesar dan lunak. Daerah adneksa normal
Sementara untuk hasil laboratoriumnya di dapatkan:
a)    Hitung sel darah lengkap dengan apusan darah : Hitung leukosit biasanya dalam batas normal, kecuali ada infeksi penyerta. Apusan darah, hemoglobin, nilai hematokrit menunjukkan perdarahan sebelumnya atau anemia terdahulu
b)    Urinalisis normal
c)    Golongan darah dan Rh : Darah harus dikiri ke bank darah untuk pemeriksaan golongan darah dan Rh. Bila penggantian darah diantisipasi, maka pencocokan-silang dimintakan dari bank darah
4)    Penatalaksanaan
Menurut Krisanty dkk (2011), tindakan yang dapat diberikan adalah:
a)    Bila penderita mengalami pendarahan banyak segera pasang infus menggunakan cairan Ringer Laktat 30-40 tetes/menit, bila keadaan umum baik atau diguyur bila jatuh dalam keadaan syok.
b)    Setelah syok teratasi segera dilakukan kuretase atau pengeluaran hasil konsepsi telah secara digital.
c)    Setelah tindakan berikan suntikan ergometri 0,2 mg i.m dan antibiotika Ampisilin 500 mg 4x1 tablet sehari selama 5 hari dan tablet methergin 3x1 tablet sehari selama 3 hari
d.    Abortus kompletus
1)    Definisi
Abortus kompletus adalah keluarnya seluruh  hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu (krisanty dkk, 2011 dan Taber, 1994).
2)    Gejala
a)    Keluarnya gumpalan darah pervaginam pada ibu hamil dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
b)    Pendarahan masih ditemukan tetapi tidak banyak.
c)    Uterus telah mengecil
d)    Pada pemeriksaan in spekulo: ostium uteri telah menutup, gumpalan yang telah keluar merupakan hasil konsepsi / jaringan janin yang tidak lengkap dengan selaputnya.
3)    Penatalaksanaan
Biasanya pasien abortus kompletus tidak perlu perawatan khusus. Bila pasien mengalami anemia, berikan sulfat ferrosus. Lakukan konseling untuk mencegah terjadinya infeksi (Krisanty dkk, 2011).

C.    Kehamilan ektopik terganggu
1.    Definisi
     Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri. Sebagian besar implantasi hasil konsepsi pada kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopi. Tempat tumbuh janin yang tidak normal ini mudah mengakibatkan gangguan, yaitu abortus atau ruptura tuba, karena janin semakin membesar di tempat yang tidak memadai. Hal ini dapat mengakibatkan perdarahan dalam rongga perut sehingga mengancam kehidupan ibu. Gangguan tersebut umumnya terjadi pada kehamilan 6-10 minggu (Krisanty, 2011)
     Tempat-tempat implantasi dari kehamilan ektopik yaitu 1) pada peritoneum yang membungkus usus atau di mana saja dalam pelvis, menciptakan suatu kehamilan abdominal; 2) dalam ampula; 3) dalam serviks; 4) dalam sudut kornu uteri; 5) dalam pars interstitialis tuba uterina; 6) dalam ligamentum teres uteri;7) dalam pars ismik tuba; 8) dalam ovarium; 9) dalam influndibulum tuba. (Dimodifikasi dari Huffman JW : Gynecology and Obstretrics : Philadelphia, W.B. Saunders Company, 1962 dalam Taber, 1994).
2.    Gejala
Menurut Krisanty dkk (2011), gejala kehamilan ektopik adalah:
a.    Nyeri perut mendadak di perut bagian bawah pada wanita amenore selama 6-10 minggu. Intesitasnya mungkin bervariasi dari ringan sampai berat dan menyebabkan pingsan.
b.    Pendarahan pervaginam, biasaya tidak banyak dan berwarna kecoklatan
c.    Arnenore, penting untuk meneliti sifat menstuasi terakhir guna membedakan KET dari pendarahan pervaginam oleh sebab patologik lainnya.
Sementara menurut Bresler dan Sternbach (2006), tanda pada kehamilan ektopik adalah
a.    Tanda-tanda hipotensi jika sudah terjadi perdarahan intraabdomen atau per vaginam yang signifikan
b.    Masa di adneksa
c.    Uterus mungkin agak membesar
d.    Subunit-β human chorionic gonadotropin (β-HCG) dalam darah atau urin meninggi.  Pemeriksaan ini akan mendeteksi kehamilan bila mentruasi terlambat
e.    Jika uji kehamilan spesifik β-HCG positif, dan jika pasien secara hemodinamik stabil, hendaknya dilakukan pemeriksaan USG. Bila tidak ditemukan kehamilan intrauteri pada seorang pasien yang uji kehamilannya positif, ada kecurigaan kuat kehamilan ektopik. Deteksi massa admeksa tidak perlu untuk menduga diagnosis. Namun, pada beberapa kasus, massa adneksa atau darah di culde-sac dapat dideteksi.
f.    Kehamilan intrauteri mungkin tidak dapat terdeteksi dengan ultrasonografi sebelum 6 mnggu dari menstruasi terakhir (empat minggu setelah konsepsi). Oleh karena itu, ultrasonografi pada waktu kehamilan yang amat dini tidak akan dapat membedakan kehamilan intrauteri dan ektopik
g.    Pada kasus-kasus yang membingungkan, atau jika pasien amat tidak stabil untuk menjalani ultrasonografi, kuldosentesis mungkin bermanfaat dengan memperlihatkan darah yang tidak membeku akibat kehamilan ektopik yang pecah.
3.    Pemeriksaan fisik
Menurut Krisanty dkk (2011), pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
a.    Tanda-tanda perdarahan per vaginam
b.    Tanda-tanda akut abdomen : perut agak membesar, tegang dan nyeri tekan
c.    Pemeriksaan dalam:
1)    Nyeri bila serviks digerakkan
2)    Tumor disamping uterus dengan batas tak tegas
3)    Kavum Douglas menonjol dan nyeri tekan
d.    Pada pemeriksaan laboratorium : Kadar Hb menurun
4.    Penatalaksanaan
     KET merupakan keadaan gawat darurat dan memerlukan tindakan bedah. Karena itu penderita yang tersangka KET harus segera dirujuk ke rumah sakit agar segera mendapat pertolongan. Tindakan dilakukan di tingkat pelayanan dasar adalah sebagai berikut :
a.    Bila pasien dalam keadaan syok
1)    Perbaiki keadaan umum, dengan memasang cairan infus ( Nacl 0,9, ringer laktat atau dekstrosa 5 % pada kedua sisi dengan tetesan cepat ( guyur )  bila mungkin lakukan tranfusi darah
2)    Bila ada pasang oksigen dengan kecepatan 1-2 liter/menit
3)    Bila tekanan darah sistolik sulit mencapai 90 mmHg, pasien tetap dirujuk disertai petugas yang mampu melakukan pertolongan dan mempertahankan keadaaan umum, menjaga cairan infus agar tetap. Lancar aliran dan memperhatikan tanda-tanda vital.
4)    Siapkan keluarga pasien yang dapat mendampingi dan sekaligus menajdi calon donor darah, pasienj diminta puasa untuk mempersiapkan operasi.
b.    Bila pasien tidak dalam keadaan syok
1)    Pertahankankan keadaan umum pasien dengan pemberian cairan yang cukup
2)    Siapkan surat rujukan dan segera rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan tindakan bedah
3)    Selama dalam perjalanan didampingi oleh calon donor darah dari keluarga pasien di samping petugas yang dapat memantau pekembangan pasien dengan ketat ( TTV dan jumlah cairan yang masuk dan keluar ) pasien diminta puasa untuk persiapan operasi.

D.    Mola Hidatosa
1.    Definisi
      Mola hidatosa adalah kehamilan abnormal yang terdiri atas gelembung- gelembung mola berisi cairan cairan dan menyerupai buah anggur. Nama lainya adalah kehamilan anggur. Kelainan ini dapat mengalami proses keganasan, karena itu perlu ditanggani dengan baik dan tuntas (Krisanty dkk, 2011). Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologik dari korion yang ditandai dengan: (Taber, 1994)
a.    Degenerasi kistik dari vili, disertai pembengkakan hidropik
b.    Avaskularitas, atau tidak adanya pembuluh darah janin
c.    Proliferasi jaringan trofoblastik
2.    Gejala
     Menurut Krisanty dkk (2011), gejala moda adalah:
a.    Amenore dan tanda-tanda kehamilan muda yang lebih hebat dari kehamilan biasa.
b.    Pendarahan sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua kecoklatan seperti bumbu rujak, kadang-kadang keluar gelembung mola seperti anggur.
c.    Uterus lebih besar dibandingkan dengan usia kehamilan dan terasa lembek
d.    Tidak ada gerakan atau denyut jantung janin
e.    Kadang-kadang disertai hiperemesis gravidarum, anemia dan tanda-tanda preeklampsia, biasanya sebelum kehamilan 24 minggu.
3.    Pemeriksaan fisik dan laboratorium
     Menurut Taber (1994), pemeriksaan fisik didapatkan:
a.    Pemeriksaan umum : pasien tampak dehidrasi dan kurus apabila terdapat muntah dan kehilangan berat badan yang hebat. Tekanan darah mungkin meningkat bila terjadi preeklampsia (12-20% pasien). Tidak jarang, kelenjar tiroid membesar, dan terjadi takikardia yang mungkin berhubungan dengan hipotiroidisme
b.    Pemeriksaan abdomen : Pada hampir 50% pasien uterus lebih besar dari yang diperkirakan dari lamanya amenore. Pada 25% pasien uterus lebih kecil dari yang diperkirakan. Bunyi jantung janin tidak ada
c.    Pemeriksaan pelvis : Pada pemeriksaan dengan spekulum, darah atau vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur dapat terlihat di dalam vagina atau ostium uteri. Pemeriksaan bimanual memastikan ukuran uterus. Kira-kira 15-25 persen pasien mengalami pembesaran kistik teka-lutein ovarium sampai 8 cm atau lebih
Sementara pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : (Taber, 1994)
a.    Hitung darah lengkap dengan apusan darah : Lazimnya ditemukan anemia defisiensi besi, eritropoesis megaloblastik jarang
b.    Urinalisis biasanya normal. Proteinuria memberi kesan adanya kaitan dengan preeklampsia
4.    Penatalaksanaan
   Menurut Krisanty dkk (2011), tindakan yang dilakukan:
a.    Bila pendarahan banyak dan keluar jaringan mola :
1)    Atasi syok dan perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian dengan pemberian cairan NaCL 0,9 N atau glukosa 5 % atau ringer laktat pada kedua sisi lengan dengan tetesan cepat ( diguyur ). Pasang 02 dengan kecepatan aliran 1-2 liter/ menit.
2)    Siapkan darah atau calon donor darah
3)    Siapkan surat rujuakan,kedaraan dan pengantar
4)    Walaupun keadaan penderita tidak membaikdan tekanan darah sistolik belum mencapai 90 mmHg, pasien tetap terpasang dan didampingi oleh petugas yang dapat melakukan pertolongan. Selama dalam perjanan tetap diawasi tanda-tanda vital yaitu kelancaran pernafasan, tekanan darah dan nadi.
b.    Kalau perdarahan tak banyak dan penderita tidak dalam keadaan syok:
1)    Pertahankan keadaan umum penderita
2)    Perhatian tanda-tanda vital kehidupan
3)    Pasang infus dan O2
4)    Persiapkan rujukan seperti penjelasan diatas

E.    Plasenta Previa
1.    Definisi
     Pada keadaan normal plasenta, plasenta berimplantasi di bagian fundus uterus. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir (Krisanty dkk, 2011). Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam segmen bawah uterus. Istilah ini menggambarkan hubungan anatomik antara letak plasenta dan segmen bawah uterus. Suatu plasenta previa telah melewati batas atau menutupi (secara lengkap atau tidak lengkap) ostium uteri internum (Taber, 1994).
2.    Klasifikasi
    Menurut Taber (1994) dan Krisanty dkk (2011), klasifikasi plasenta previa adalah:
a.    Plasenta previa totalis dikatakan demikian bila setiap bagian dari plasenta secara total menutupi osteum uteri internum
b.    Plasenta previa parsialis dikatakan demikian bila bagian dari plasenta menutupi sebagian osteum uteri internum
c.    Plasenta previa marginalis disebut demikian bila sebagian dari plasenta melekat pada segmen bawah uterus dan meluas ke setiap bagian osteum uteri internum, tetapi tidak menutupinya.
3.    Etiologi
    Menurut Krisanty dkk (2011), apabila sebab terjadinya implantasi plasenta di daerah segmen bawah uterus tidak dapat dijelaskan. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan kekerapan terjadinya plasenta previa, yaitu:
a.    Paritas. Makin banyak paritas ibu, makin besar kemungkinan mengalami plasenta previa
b.    Usia ibu pada saat hamil. Bila usia ibu pada saat hamil 35 tahun atau lebih, makin besar kemungkinan kehamilan mengalami plasenta previa
4.    Gambaran klinik
     Menurut Krisanty dkk (20110, gambaran klinik pada plasenta previa adalah:
a.    Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama kali, biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi triwulan ketiga
b.    Pasienyang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit
c.    Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang
d.    Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin (letak lintang atau letak sungsang)
e.    Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan. Sebagian besar kasus, janinnya masih hidup
5.    Pemeriksaan fisik dan laboratorium
     Menurut Taber (1994), pemeriksaan fisik meliputi:
a.    Pemeriksaan abdomen : uterus halus dan tidak lunak: biasanya tidak ada kontraksi uterus. Bunyi jantung janin biasanya normal. Bagian presentasi tidak tercekap pada pintu atas panggul (pelvic inlet). Kelainan letak janin (bokong, oblik atau lintang) merupakan suatu temuan yang sering berkaitan
b.    Pemeriksaan pelvis : Pada permulaan vulva harus diperiksa dengan teliti dengan tujuan mengevaluasi kuantitas perdarahan eksterna dan kemungkinan perdarahan traktus urinarius atau rektum. Pemeriksaan per vaginam atau rektal dapat merangsang perdarahan hebat. Oleh karena itu pemeriksaan per vaginam tidak pernah dilakukan kecuali pasien berada di dalam sebuah kamar operasi yang telah dipersiapkan untuk seksio sesarea segera. Apabila perdarahannya minimal dan tampaknya bukan plasenta previa, pemeriksaan yang hati-hati dengan spekulum dapat menyingkap kemungkinan perdarahan vaginal atau serviks (sebagai akibat rupturnya varises, erosi serviks, atau tumor-tumor serviks)
Sementara pemeriksaan laboratorium di dapatkan:
a.    Hitung darah lengkap harus dilakukan terhadap setiap pasien dengan tujuan menilai derajat anemia
b.    Urinalisis biasanya normal
c.    Golongandarah dan Rhesus : 2 sampai 4 unit darah harus dipersiapkan untuk kemungkinan transfusi. Kecepatandan luasnya perdarahan menentukan perlunya penggantian darah
6.    Penatalaksanaan







    Sumber : Krisanty dkk. (2013). Asuhan keperawatan gawat darurat. Jakarta : CV. Trans Info Media
Menurut Blesler dan Sternbach (2006), terapi yang diberikan adalah:
a.    Perdarahan fatal dapat terjadi. Infus IV harus dipasang, pemeriksaan pembukan darah dimintakan, darah diperiksa golongan darah dan pencookan silang, dan resusitasi cairan diberikan jika diperlukan
b.    Seksia sesarea darurat mungkin terindikasi jika terjadi perdarahan yang signifikan. Konsultasi obstetri harus diperoleh

F.    Solusio plasenta
1.    Definisi
      Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya perdarahan terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Perdarahan yang terjadi akibat terlepasnya plasenta dapat menyeludup ke luar dibawah selaput ketuban yaitu solusio plasenta dengan perdarahan ke luar; atau tersembunyi di belakang plasenta yaitu pada solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi; atau kedua-keduanya atau pendarahan ke dalam kantong ketuban (Krisanty dkk, 2011).
2.    Etiologi
Menurut Krisanty dkk (2011), penyebab terjadinya solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, walaupun demikian diketahui bahwa beberapa keadaan tertentu dapat menyertai kejadian solusio plasenta seperti:
a.    Umur ibu yang tua
b.    Multiparitas
c.    Penyakit hipertensi menahun
d.    Preeklampsia dan eklampsia
e.    Trauma
f.    Tali pusat pendek
g.    Tekanan pada vena kava inferior
h.    Defisiensi asam folat
3.    Klasifikasi
     Menurut Krisanty dkk (2011), secara klinis solusio plasenta dapat dibagi ke dalam tiga bagian yang klasifikasinya dibuat berdasarkan tanda-tanda kliniknya, sesuai dengan derajat terlepasnya plasenta. Plasenta dapat terlepas seluruhnya : solusio plasenta totalis, atau terlepas sebagian: solusio plasenta paralisis atau hanya sebagian kecil tepi plasenta yang disebut ruptura sinus marginalis.
a.    Solusio plasenta ringan
     Pendarahan yang terjadi sedikit sehingga tidak berpengaruh terhadap keadaan ibu dan janinnya. Uterus yang teraba agak tegang pada pemeriksaan masih memungkinkan untuk meraba bagian-bagian janin.
b.    Solusio plasenta sedang
     Plasenta yang telah lepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum mencapai dua pertiga luas permukaannya menimbulkan tanda dan gejala yang lebih berat seperti sakit perut yang terus-menerus dan merupakan kelanjutan dari solusio plasenta ringan. Mungkin pendarahan yang tampil sedikit, tetapi  sebenarnya pendarahan yang terjadi lebih mencapai 1000 ml sehingga ibu mengalami renjatan (syok) dan janin yang mungkin masih hidup dalam keadaan gawat. Bagian-bagian janin pada keadaan ini sulit diraba. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada. Mungkin juga telah terjadi komplikasi berupa gangguan pembekuan darah.
c.    Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua sepertiga permukaannya dan biasanya terjadi dengan tiba-tiba. Ibu tampil dengan keadaan syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Pendarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya, bahkan kadang-kadang pendarahan pervaginam belum sempat terjadi.
4.    Pemeriksaan fisik
     Menurut Krisanty dkk (2011), periksalah tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu badan. Adakah tanda-tanda yang menunjukkan adanya renjatan (keadaan syok) seperti penurunan kesadaran, tekanan darah yang rendah, nadi yang cepat serta keringan dan ujung-ujung anggota gerak yang dingin akibat perdarahan
Pemeriksaan obstetri
a.    Tentukan besar uterus apakah sesuai dengan usia kehamilan
b.    Tentukan rahim lemas atau keras (tegang)
c.    Tentukan adanya his dan bagaimana kondisi his
d.    Periksa kondisi janin: jumlahnya, letaknya, presentasinnya dan sudah masuk pintu atas panggul atau belum, taksiran beratnya, janin hidup, gawat atau mati
e.    Lihat daerah vulva (di luar vaginaarahan), apakah ada perdarahan. Bila ada perdarahan, berapa banyak jumlah perdarahan? Bagaimana warnanya?
5.    Penatalaksanaan
a.    Penanganan di tempat
1)    Anjurkan
a)    Tirah baring total
b)    Hindari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengendan karena sulit buang air besar)
2)    Cegah atau atasi syok/presyok dengan memasang set infus dengan cairan NaCl fisiologik (0,9%) bila ada orang yang bisa mengamati pemberian cairan kepada pasien di puskesmas. Pemberian cairan infus diteruskan sampai perdarahan berhenti. Jika tidak memungkinkan dilakukan pemberian infus, maka harus diberikan cairan per oral
3)    Berikan transfusi darah bila keadaan memungkinkan
b.    Penanganan di rumah sakit (rujukan)
     Sesuai dengan penatalaksanaan kasus perdarahan pada umumnya, prinsip utama penanganannya adalah mengatasi keadaan syok atau menjamin sirkulasi ibu seoptimal mungkin. Pengakhiran kehamilan dilakukan dengan memperhatikan kondisi janin serta besarnya pembukaan bila telah terjadi proses persalinan (Krisanty dkk, 2011)

G.    Preeklampsia
1.    Definisi
     Preeklampsia merujuk pada kompleks gejala pada kehamilan yang meliputi edema, proteinuria, dan hipertensi (>140/>90 atau peningkatan 30 mmHg sistolik atau 15 mmHg diastolik di atas nilai normal) (Bresler & Sternbach, 2006). Sementara menurut Taber (1994), preeklampsia merupakan berkembangnya hipertensi dengan proteinuria atau edema atau keduanya yang disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang sekarang. Biasanya keadaan ini timbul setelah umur kehamilan 20 minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat tersebut pada penyakit trofoblastik. Preeklampsia merupakan gangguan yang terutama terjadi pada primigravida.

2.    Manifestasi klinik
Menurut Taber (1994), data subjektif yang didapatkan adalah:
a.    Kenaikan berat badan yang timbul secara cepat dalam waktu yang singkat menunjukkan adanya retensi cairan dan dapat merupakan gejala paling dini dari preeklampsia. Pasien sadar akan edema yang menyeluruh, terutama pembengkakan pada muka dan tangan. Keluhan yang umum adalah sesaknya cincin pada jari-jarinya. Sebagai usaha untuk membedakan edema kehamilan, proses jinak, dari preeklampsia, tekanan darah pasien harus diketahui.
b.    Sakit kepala : Meskipun sakit kepala merupakan gejala yang relatif biasa selama kehamilan, sakit kepala dapat juga menjadi gejala awal dari edema otak. Sebagai konsekuensinya, tekanan darah pasien harus ditentukan
c.    Gangguan penglihatan mngkin merupakan gejala dari preeklampsia berat dan dapat menunjukkan spasme arteriolar retina, iskemia, edema, atau pada kasus-kasus yang jarang, pelepasan retina
d.    Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas menunjukkan pembengkakan hepar yang berhubungan dengan preeklampsia berat atau menandakan ruptur hematoma subkapsuler hepar
3.    Pemeriksaan fisik
Menurut Taber (1994), pemeriksaan fisik meliputi:
a.    Pemeriksaan umum
1)    Tekanan darah meningkat
2)    Edema menunjukkan retensi cairan. Edema yang dependen merupakan kejadian yang normal selama kehamilan lanjut. Edema pada muka dan tangan tampaknya lebih menunjukkan retensi cairan yang patologik
3)    Kenaikan berat badan yang cepat merupakan suatu petunjuk dari retensi cairan ekstravaskular
4)    Pemeriksaan retina : Spasme arteriolar dan kilauan retina dapat terlihat
5)    Pemeriksaan thorak : karena edema paru merupakan satu dari komplikasi serius dari preeklampsia berat, paru-paru harus diperiksa secara teliti
6)    Refleks tendon profunda (lutut dan kaki) : Hiperfleksia dan klonus merupakan petunjuk dari peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat dan mungkin meramalkan suatu kejang eklampsia
b.    Pemeriksaan abdomen
Rasa sakit daerah hepar merupakan suatu tanda potensial yang tidak menyenangkan dari preeklampsia berat dan dapat meramalkan ruptur dari hepar. Pemeriksaan uterus penting untuk menilai umur kehamilan, adanya kontraksi uterus dan presentasi janin
c.    Pemeriksaan pelvis
Keadaan serviks dan stasi dari bagian terbawah merupakan pertimbangan yang penting dalam merencanakan kelahiran per vaginam atau per abdominan
4.    Penatalaksanaan
Menurut Taber (1994), penatalaksanaannya adalah:
a.    Preeklampsia ringan
Bila aterm, kelahiran dianjurkan untuk mencegah komplikasi ibu dan janin. Sebelum aterm, tirah baring di rumah sakit biasanya dianjurkan sebagai usaha untuk mempertahankan pasien dalam pengawasan yang cermat. Tekanan darah diperiksa 4 kali sehari. Berat badan, protein urine dan keluaran urin diperiksa setiap hari. Sebagai tambahan, jumlah trombosit, pengukuran estriol, nonstress test dan sonografi membantu dalam evaluasi kesehatan ibu dan janin.
b.    Preeklampsia berat
Pasien dirawat-inapkan dengan posisi tidur miring (lateral recumbent position) untuk meningkatkan filtrasi glomerulus. Tekanan darah, berat badan, protein urine, masukan dan keluaran dipantau dengan ketat. Tes-tes diagnostik dasar mengevaluasi beratnya proses penyakit dan keadaan janin.
a)    Terapi anti kejang : biasanya magnesium sulfat dianjurkan untuk mencegah kejang terutama selama persalinan. Dosis awal 4 g dilarutkan dalam 100 ml dekstrosa 5% dan diberikan intravena dalam waktu 10 sampai 30 menit. Kemudian diikutidengan 1 sampai 2 g per jam dalam infus intravena yang diencerkan. Efek terapi magnesium  sulfat dapat diperiksa secara klinis dengan aktivitas refleks patela. Refleks dan klonus kaki yang hiperaktif memberi kesan kebutuhan pengobatan yang meningkat. Tidak adanya refleks menunjukkan bahwa kecepatan infus harus dilambatkan atau dihentikan, karena hilangnya refleks patela merupakan tanda pertama dari keracunan magnesium. Aliran urin dan pernapasan harus dipantau secar ketat
b)    Jika terjadi depresi pernapasan, 10 ml larutan kalsium glokunas 10% intravena dalam waktu 3 menit dianjurkan sebagai antidotum terhadap keracunan magnesium
c)    Terapi anti hipertensi : Jika tekanan darah secara tiba-tiba meningkat di atas 170 hingga 180 mmHg sistolik atau 110 hingga 120 mmHg diastolik, hidralazin dianjurkan untuk mengurangi risiko perdarahan otak dan mungkin memperbaiki aliran darah ke ginjal. Dosis awal 5 mg diberikan intravena dan tekanan darah dipantau setiap 5 menit. Jika tekanan diastolik tidak turun di bawah 100 mmHg dalam 20 menit, diberikan dosis ulangan 5 hingga 10 mg. Dosis ini diulangi setiap interval 20 menit sampai tekanan diastolik turun menjadi 100 mmHg. Tekanan darah yang turun terlalu cepat dapat mengganggu perfusi plasenta dan bahaya terhadap janin meningkat
























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
     Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Kegawatdaruratan dalam bentuk obstetri dapat muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya:
1.    Perdarahan postpartum
Perdarahan postpartum didefinisikana sebagai hilangnya darah 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala tiga persalinan (ekspulsi atau ekstaksi plasenta dan ketuban). Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua yaitu primer (perdarahan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan) dan sekunder (perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama). Terapinya bergantung penyebab perdarahan, tetapi selalu dimulai dengan pemberian infus dengan ekspander plasma, sediakan darah yang cukup untuk mengganti yang hilang, dan jangan memindahkan penderita dalam keadaan syok yang dalam.
2.    Abortus
Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan, atau keluarnya janin dengan berat kurang dari 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus terdiri dari abortus iminens, abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus dan lain-lain.
3.    Kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri. Sebagian besar implantasi hasil konsepsi pada kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopi. KET merupakan keadaan gawat darurat dan memerlukan tindakan bedah. Karena itu penderita yang tersangka KET harus segera dirujuk ke rumah sakit agar segera mendapat pertolongan
4.    Mola hidatosa
Mola hidatosa adalah kehamilan abnormal yang terdiri atas gelembung- gelembung mola berisi cairan cairan dan menyerupai buah anggur. Nama lainya adalah kehamilan anggur.
5.    Plasenta previa
Pada keadaan normal plasenta, plasenta berimplantasi di bagian fundus uterus. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir
6.    Solusio plasenta
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya perdarahan terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Sesuai dengan penatalaksanaan kasus perdarahan pada umumnya, prinsip utama penanganannya adalah mengatasi keadaan syok atau menjamin sirkulasi ibu seoptimal mungkin. Pengakhiran kehamilan dilakukan dengan memperhatikan kondisi janin serta besarnya pembukaan bila telah terjadi proses persalinan
7.    Preeklampsia
Preeklampsia merupakan berkembangnya hipertensi dengan proteinuria atau edema atau keduanya yang disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang sekarang. Biasanya keadaan ini timbul setelah umur kehamilan 20 minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat tersebut pada penyakit trofoblastik. Preeklampsia merupakan gangguan yang terutama terjadi pada primigravida
B.    Saran
Kasus kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat perhatian yang begitu besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan kontribusinya dalam merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi mahasiswa, sudah seyogyanya memberikan peran dengan mempelajari dengan sungguh-sunggu kasus-kasus kegawatadaruratan dan memaksimalkan keterampilan dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan yang berada dalam koridor wewenang perawat


















Daftar Pustaka
Bresler, M.J dan Sternbach, G.L. (2006). Kedokteran darurat. Jakarta : EGC
Krisanty, P dkk (2011). Asuhan keperawatan gawat darurat. CV.Trans Info Media
Manuaba, I.B.G. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC
Ramayanti, N. (2013). Kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Di kutip dari http://nurramayanti.blogspot.com/2013/04/kegawatdaruratan-maternal-dan-neonatal.html pada tanggal 7 November 2013.
Safrudin (2009). Kebidanan komunitas. Jakarta : EGC
Taber, B.Z. (1994). Kapita selekta kedaruratan obstertri dan ginekologi. Ed.2. Jakarta : EGC


 

1 komentar:

  1. 1xbet korean ᐈ1xbet korean betting on esports - Legalbet
    You can หารายได้เสริม also 1xbet make bets on esports with 1xbet.com and 1xbet.com. There 제왕카지노 are different types of bet types, such as single bets, multiple bets, single bet and many more.

    BalasHapus